Rabu, 16 April 2008

PERKEMBANGAN E-COMMERCE DI INDONESIA



Indonesia merupakan salah datu negara yang terbilang tertinggal dalam pemakaian teknologi, terutama Internet. Meskipun saat ini sudah banyak perusahaan – perusahaan yang menggunakan e-commerce sebagai salah satu cara perdagangan baik dengan konsumen dari dalam negeri maupun luar negeri.Akan tetapi hal ini masih dapat dikatakan bahwa kita masih tertinggal dwengan negara – negara maju lainnya. Pada era globalisasi ini, mau tidak mau kita sebagai generasi muda bangsa Indonesia hendaknya terus belajar dan mengembangkan kemampuan dalam penggunaan fasilitas internet agar tidak kalah jauh / tertinggal dengan negara – negara lainnya terutam negara – negara yang telah maju dan telah menggunakan internat dalam setiap aktivitas bisnisnya.Untuk pengertian dan segala sesuatu yang berhubungan dengan e-commerce sebagian besar sudah dijelaskan pada artikel sebelumnya. Untuk artikel selanjutnya saya akan membahas mengenai perkembangan e-commerce di Indonesia. Dalam membangun web e-commerce di Indonesia tidak jauh beda dengan cara yang sudah dilakukan oleh negara – negara lain.Hanya saja akan lebih baik penentuan tujuan web e-commerce sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan bangsa Indonesia denagn tetap memperhatikan kebutuhan – kebutuhan untuk dapat menembus pasa dunia internasional.Adapaun cara dalam menentukan tujuan membangun web e-commerce akan dijelaskan seperti di bawah ini.

MENENTUKAN TUJUAN MEMBANGUN WEB E-COMMERCE
1. Online Presence, membuat situs web hanya agar masyarakat, calon mitra bisnis dan calonpelanggan mengetahui dengan baik profil perusahaan, apa solusi/produk yangdisediakan perusahaan, bagaimana mengontak perusahaan dan lain-lain
2. Katalog Online, informasi produk yang tersusun dengan baik dalam bentuk katalog, untukmempermudah pengguna Internet memahami informasi produk dengan baik danmendorong mereka untuk melakukan pembelian secara off-line di toko-tokoyang menyediakan barang tersebut
3. Menjual Iklan Online, dirancang untuk menghasilkan uang dari iklan online. Contohnya adalahSWa.co.id, Detikcom, Kompas Online, Yahoo! dan Google.
4. Menjual Produk via Internet, bertujuan menjual produk atau jasanya langsung dari Internet. Contohnya antara lain situs pembiayaan otomotif Oto.co.id, toko komputer Bhinneka,Glodogshop, TokoLG, serta HostingKilat. 5. Komisi Afiliate,membuat situs kecil yang dirancang agar menduduki peringkat atas hasilpencarian untuk produk tertentu di Yahoo! dan Google. Pengguna Internet yang meng-klik link di situs tersebut akan di”lari”kan ke situs e-commerce lain. Jikapengguna Internet tersebut akhirnya membeli produk di situs e-commerce yangdirujuk tersebut, maka pemilik situs tadi akan mendapat komisi dari penjualan.
6. Media Pelayanan PelangganFAQ (frequent asked question), informasi teknis, buku manual dan lain-lain.Contoh Federal Express (tracking) & Lautan Luas (online order).
7. Efisieni Perusahaan, Internet banking Bank BCA, Bank Niaga, Bank Mandiri, dll.
PELUANG ECOMMERCE DI INDONESIA
Pasar Indonesia besar
Jumlah penduduk Indonesia yang besar
Masih banyak yang belum terjangkau oleh Internet
Jumlah pengguna Internet masih sekitar 5 juta orang
Market belum saturasi
Rentang fisik yang lebar merupakan potensi e-commerce
Layanan Khas Indonesia
Orang Indonesia gemar berbicara (tapi kurang suka menulis / dokumentasi)
Contoh layanan khas Indonesia
· Wartel & Warnet
· SMS
· Berganti-ganti handphone (lifestyle?)
· Games, kuis
· Content Indonesia!
Peluang bisnis baru yang khas Indonesia
SMS-based applications
nonton TV dengan chatting
Games, kuis

HAMBATAN / TANTANGAN
Internet Bust!
Tahun 1999 – 2000 bisnis “DOTCOM” menggelembung (bubble).Banyak model bisnis yang belum terbukti namun ramai-ramai diluncurkan. Akhirnya hancur dengan matinya banyak perusahaan dotcom. Pengalaman buruk sehingga membuat orang lebih berhati-hati
Infrastruktur Telekomunikasi
Infrastruktur Telekomunikasi di Indonesia masih terbatas dan harganya masih relatif lebih mahal.Padahal e-commerce bergantung kepada infrastruktur telekomunikasi
Delivery Channel
Pengiriman barang masih ditakutkan hilang di jalan.Ketepatan waktu dalam pengiriman barang masih mengalami hambatan yakni keterlambatan pengirimana yang tidak tepat waktu. Selain itu jangkauan daerah pengiriman barang masih belum sepenuhnya dapat tercapai atau terlayani.
Kultur & Kepercayaan
Orang Indonesia belum (tidak?) terbiasa berbelanja dengan menggunakan catalog. Masih harus secara fisik melihat / memegang barang yang dijual. Perlu mencari barang-barang yang tidak perlu dilihat secara fisik. Misal: buku, kaset dll.Kepercayaan antara penjual & pembeli masih tipis. Kepercayaan kepada pembayaran elektronik masih kurang. Penggunaan kartu kredit masih terhambat karena Insdonesia termasuk negara yang sedang berkembang atau dapat diakatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang miskin. Jangankan memakai kartu kredit, belum tentu penduduk memiliki kartu kredit.
Security
Masalah keamanan membuat orang takut untuk melakukan transaksi. Keamanan di Indonesia dalam melakukan bisnis E-commerce masih belum mendapatkan kejelasan hokum atau bisa diakatakan bahwa Pemerintah Indonesia masih belum begitu memperhatiakan. Selain itu penduduk ? pengguna e-commerce juga masih menghadapai ketidak mengertian (lack of awareness) atas keamanan dalam berbisnis melalui e-commerce.
Munculnya Kejahatan Baru
Karena ketidakamanan dari e-commerce tersebut, maka kejahatan baru juga banyak muncul dalam dunia maya. Antara lain :
Penggunaan kartu kredit curian / palsu
Penipuan melalui SMS, kuis
Kurangnya perlindungan kepada konsumen
Hukum? Awareness?
Kurangnya kesadaran (awareness) akan masalah keamanan

Ketidakjelasan Hukum
Indonesia sampai sekarang belum memiliki undang-undang tentang Internet yang antara lain mengatur transaksi transaksi e-commerce. Dalam praktek perdagangan elektronik (e-commerce), walaupun kita belum mempunyai undang-undang yang mengatur secara langsung persoalan e-commerce ini, tapi kita bisa lihat, ternyata ada beberapa undang-undang yang dapat dikaitkan dengan transaksi jenis ini seperti UU Perlindungan Konsumen (Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) yang bisa kita pakai untuk melindungi pihak pembeli (konsumen). Namun menurut Edmon Makarim, salah seorang pakar Hukum Telematika, salah satu kelemahan penggunaan UU Perlindungan Konsumen untuk melindungi pihak pembeli (konsumen) dalam transaksi e-commerce adalah hanya dapat diberlakukan kepada pelaku usaha yang bergerak di dalam wilayah hukum Republik Indonesia. Jadi walaupun belum menjangkau e-commerce secara keseluruhan tetapi untuk perusahaan yang jelas alamat dan kedudukannya (di Indonesia), bila si pelaku usaha tersebut melakukan wanprestasi maka ia tetap dapat dituntut menurut hukum Indonesia.
Bila pelaku usahanya berada di luar yuridiksi hukum kita, maka persoalan pilihan hukum ini tergantung dari perjanjian antara pihak penjual dan pembeli (dengan cara menyantumkannya dalam salah satu klausul di perjanjian e-commerce).
Kesulitan-kesulitan yang timbul apabila terjadi sengketa antara para pihak di dalam transaksi e-commerce, bukan saja menyangkut pilihan hukum yang akan diterapkan untuk dijadikan dasar menyelesaikan sengketa yang timbul, tetapi juga mengenai pilihan pengadilan yang akan memeriksa sengketa tersebut. Hal itu dapat dihindari apabila para pihak menentukan di dalam perjanjian di antara mereka pengadilan mana yang mereka pilih untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul di kelak kemudian hari berkenaan dengan pelaksanaan dan penafsiran perjanjian di antara mereka.
Dalam hal tidak dicantumkannya pilihan hukum dalam perjanjian e-commerce nya, ada beberapa teori yang berkembang untuk menentukan hukum mana yang digunakan/berlaku, diantaranya:
1. Mail box theory (Teori Kotak Pos)
Dalam hal transaksi e-commerce, maka hukum yang berlaku adalah hukum di mana pembeli mengirimkan pesanan melalui komputernya. Untuk ini diperlukan konfirmasi dari penjual. Jadi perjanjian atau kontrak terjadi pada saat jawaban yang berisikan penerimaan tawaran tersebut dimasukkan ke dalam kotak pos (mail box).
2. Acceptance theory (Teori Penerimaan)
Hukum yang berlaku adalah hukum di mana pesan dari pihak yang menerima tawaran tersebut disampaikan. Jadi hukumnya si penjual.
3. Proper Law of Contract
Hukum yang berlaku adalah hukum yang paling sering dipergunakan pada saat pembuatan perjanjian. Misalnya, bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia, kemudian mata uang yang dipakai dalam transaksinya Rupiah, dan arbitrase yang dipakai menggunakan BANI, maka yang menjadi pilihan hukumnya adalah hukum Indonesia.
4. The most characteristic connection
Hukum yang dipakai adalah hukum pihak yang paling banyak melakukan prestasi
Lain-lain
Hambatan – hambatan lain dalam perkembangan E-Commerce di Indonesia antara lain :
Ketidaksiapan institusi finansial
Tidak adanya insentif dari Pemerintah
Masih kurangnya entrepreneur di Indonesia

Meskipun banyak hambatan, e-commerce tidak dapat dihindari karena merupakan tuntutan dari masyarakat. Masih banyak peluang dalam e-commerce yang dapat diambil dan dikembangkan di Indonesia agar Indonesia tidak kalah dan dapat bersaing dengan Negara – Negara yang lain sehingga Negara kita tidak lagi nebjadi Negara yang terbelakang. Meskipun masih banyak hambatan yang dihadapai, kita bisa mengubahnya menjadi peluang jika kita mau dan berusaha

Apakah pemerintah akan me-regulasi e-commerce? (Is the government going to regulate e-commerce?)

President Clinton barangkali cukup nekad dengan mengajukan Internet Tax Freedom Act http://www.house.gov/chriscox/nettax/frmain.htm yang ternyata sangat di setujui oleh Senat Amerika Serikat, undang-undang ini melarang semua negara bagian dan lokal di amerika untuk memajak informasi & perdagangan melalui Internet.

Artinya bangsa Amerika Serikat telah menset Internet sebagai Internet Trade Free Zone, sebuah ide yang cukup gila barangkali - tapi akan sangat effektif bagi para produsen barang / informasi karena usaha eksport yang mendatangkan banyak devisa ke negara menjadi sangat baik sekali. Logikanya sederhana sekali - orang akan berlomba-lomba untuk membeli barang ke negara lain yang harganya lebih murah.

Bagaimana dengan Indonesia? tampaknya akan menjadi tantangan yang cukup serius bagi orang-orang pajak di Indonesia karena transaksi-transaksi yang bersifat intangible melalui Internet sangat sulit di deteksi, semakin hari semakin banyak transaksi jenis ini terjadi di Internet. E-Commerce yang melibatkan pemindahan barang cukup mudah di deteksi di pelabuhan atau bandar udara sehingga dapat di deteksi oleh beacukai / custom, selain itu rasanya sulit.

Kalau saya boleh saran, alangkah cantiknya negara ini kalau sebagian besar bangsanya bisa menjadi produsen di Internet dan melakukan transaksi dagang / eksport ke Internet. Tampaknya banyak orang di Indonesia yang belum sadar bahwa negara tempat kita berdiri sangat banyak menjanjikan hal-hal yang diminati oleh bangsa lain, apakah itu kekayaan alam-nya, sosial, budaya dll. Contohnya - apakah ada yang pernah berfikir bahwa harga kepompong kupu-kupu adalah US$7 / buah-nya? Pak Anshori dari UNILA http://www.unila.ac.id ternyata sangat jeli melihat hal ini. Masih banyak lagi hal-hal lain yang menarik yang hanya mungkin dilakukan oleh orang Indonesia di Internet.

Bagaimana cara usaha kecil mengambil keuntungan dari e-commerce? (How can small businesses take advantage of e-commerce?)

Ternyata bukan hanya perusahaan besar saja yang berkecimpung dalam e-commerce tapi juga banyak pengusaha kecil yang berkiprah dengan Web sederhana, dan situs kacangan.

Seringkali yang dibutuhkan untuk sukses hanya promosi sederhana agar terlihat oleh para pelanggan. Berita mulut ke mulut, posting di newsgroup, dan mendaftarkan diri di search engine cukup sudah untuk menarik pelanggan ke situs anda.

Sebuah contoh sederhana yang bisa ditampilkan adalah Kevin Donlin seorang penulis dan Web developer yang membuat Guaranteed Resumes http://www.gresumes.com/ di Internet berawal dari tahun 1994. Saat ini dia memperoleh sekitar 100 pendatang setiap hari dan memperoleh sebagian dari pemasukannya dari bisnis penulisan resume.

Keberhasilan Donlin terletak pada keberhasilan dalam menekan serendah-rendahnya biasa yang dibutuhkan. Server yang digunakan diletakan di ISP lokal, dan pelanggan berdatangan dari seluruh penjuru dunia. Transaksi kartu kredit dilakukan menggunakan swipe terminal yang dia sewa seharga US$30 / bulan - tapi tidak perlu menggunakan jasa pihak ketiga untuk mengambilkan dana dari kartu kredit.

eCommerce (electronic commerce) kini telah menjadi kelaziman di beberapa belahan dunia. Bagaimana dengan situasi di Indonesia dalam kaitannya dengan eCommerce?
Analisa SWOT
STRENGTHS
1. Kenyamanan membeli via InternetDari depan komputer di rumah sendiri (hemat waktu & usaha), tidak ada salesman yang mendesak-desak Anda untuk membeli sesuatu yang tidak Anda inginkan, pembayaran mudah, dan lain-lainnya. Dan generasi Yuppies Indonesia masa kini mulai tidak segan-segan lagi untuk memesan barang-barang via Internet.
2. Harga yang kompetitifKarena perusahaan-perusahaan eCommerce tidak perlu menanam uang untuk stok dan menyewa showroom dan efisiensi-efisiensi lainnya (cutting the middleman [kasus Dell.com] etc)- dan ditambah dengan semakin banyaknya saingan maka harga barang bisa ditekan.
3. Populasi IndonesiaIndonesia dengan populasi penduduk ratusan juta adalah potensi yang luar biasa besar, jika daya belinya sudah meningkat. Untuk itu perlu diantisipasi sejak jauh-jauh hari, agar ketika yang demikian itu terjadi maka sudah siap untuk menampung animo beli mereka.
4. Infrastruktur InternetInfrastruktur Internet Indonesia mungkin bukan yang terbaik, namun termasuk cukup merata - terutama berkat Wasantara.Net. Dan di pusat-pusat ekonomi (Jakarta, dan lain-lain) banyak pilihan ISP (Internet Service Provider) dan WarNet (Warung Internet) sehingga mudah untuk mengakses Internet.
5. SDM yang sedang berkembangGenerasi muda Indonesia potensinya cukup menjanjikan. Monitoring di berbagai forum di Internet menunjukkan peningkatan persentasi generasi muda yang ahli dalam hal teknis komputer - yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk menunjang sektor eCommerce.

WEAKNESSES
1. Daya beliMasih sangat lemah dengan perkecualian untuk sebagian kecil dari masyarakat - karena berbagai manipulasi yang terjadi di orde baru. Economic recovery baru akan terjadi dalam jangka waktu beberapa tahun lagi.
2. Sosialisasi credit cardDi Indonesia credit card masih merupakan barang langka dan simbol status. Hal ini tentu sangat berbeda dengan misalnya di Inggris, dimana setiap rekening bank minimal ada debit card-nya. Ini dapat sangat menyulitkan perkembangan eCommerce di Indonesia.
3. Sosialisasi InternetInternet walaupun perkembangannya sangat pesat di Indonesia, namun masih jauh dari menjadi gaya hidup mayoritas penduduk Indonesia.
4. Pengiriman barangKualitas & Biaya pengiriman barang menjadi kendala. Terutama untuk perusahaan yang ingin melayani customer di luar negeri, biaya pengiriman dapat mencapai U$S 40/kg untuk ke Inggris dengan FedEx - sangat prohibitif.
5. SDM yang adaKualitasnya kadang-kadang masih belum cukup bagus - terbukti dengan berbagai blunder yang terjadi akhir-akhir ini.
OPPORTUNITIES
1. Stealing the start - eCommerce baru saja mulai menanjak di Indonesia
2. Membuka peluang bisnis dari luar negeri - devaluasi Rupiah berarti barang-barang kita menjadi murah untuk mereka. Dan eCommerce akan memungkinkan mereka untuk membelinya dengan mudah.
3. Pendatang-pendatang baru di Internet - website-website portal sibuk untuk merekrut mereka untuk menjadi customernya.
4. Sektor bisnis yang sedang berkembang dengan sangat pesat - baru-baru ini Forrester Research menyatakan bahwa pada tahun 2004 perputaran uang di sektor ini akan mencapai US$ 1.67 trilyun.
THREATS
1. Situasi ekonomi & politik di IndonesiaJika kondisi menjadi kembali tidak stabil, maka website eCommerce yang sudah ada dan yang baru akan berkembang bisa surut kembali.
2. Administrator yang ceroboh & HackersBisa melenyapkan kepercayaan masyarakat kepada eCommerce. Contoh kasus - IptekNet, Bimantara, dan lain-lainnya yang semuanya kena hack oleh hacker Indonesia. Namun yang paling spektakuler sampai saat ini mungkin adalah Tempo Interaktif (http://www.tempo.co.id/), yang dengan sangat naif menyimpan data-data pribadi para customernya di lokasi yang dapat diakses dengan mudah dari Internet.
3. Budaya ikut-ikutan langsung terjun ke arena tanpa perhitungan dan persiapan yang matang, kembali dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat kepada eCommerce.

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM E-COMMERCE DI INDONESIA

Dalam bidang perdagangan, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut dengan electronic commerce (e-commerce). E-commerce tersebut terbagi atas dua segmen yaitu business to business e-commerce (perdagangan antar pelaku usaha) dan business to consumer e-commerce (perdagangan antar pelaku usaha dengan konsumen).

Di Indonesia, fenomena e-commerce ini sudah dikenal sejak tahun 1996 dengan munculmya situs http:// http://www.sanur.com/ sebagai toko buku on-line pertama. Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 tersebut mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan e-commerce. Sepanjang tahun 1997-1998 eksistensi e-commerce di Indonesia sedikit terabaikan karena krisis ekonomi namun di tahun 1999 hingga saat ini kembali menjadi fenomena yang menarik perhatian meski tetap terbatas pada minoritas masyarakat Indonesia yang mengenal teknologi.

Salah seorang pakar internet Indonesia, Budi Raharjo, menilai bahwa Indonesia memiliki potensi dan prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan e-commerce. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan e-commerce ini seperti keterbatasan infrastruktur, ketiadaan undang-undang , jaminan keamanan transaksi dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan pranata e-commerce itu (Info Komputer edisi Oktober 1999: 7).

Bagaimanapun, kompetensi teknologi dan manfaat yang diperoleh memang seringkali harus melalui proses yang cukup panjang. Namun mengabaikan pengembangan kemampuan teknologi akan menimbulkan ekses negatif di masa depan. Keterbukaan dan sifat proaktif serta antisipatif merupakan alternatif yang dapat dipilih dalam menghadapi dinamika perkembangan teknologi. Learning by doing adalah alternatif terbaik untuk menghadapi fenomena e-commerce karena mau tak mau Indonesia sudah menjadi bagian dari pasar e-commerce global. Meski belum sempurna , segala sarana dan pra-sarana yang tersedia dapat dimanfaatkan sambil terus direvisi selaras dengan perkembangan mutakhir.

Dalam bidang hukum misalnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki perangkat hukum yang mengakomodasi perkembangan e-commerce. Padahal pranata hukum merupakan salah satu ornamen utama dalam bisnis.Dengan tiadanya regulasi khusus yang mengatur mengatur perjanjian virtual, maka secara otomatis perjanjian-perjanjian di internet tersebut akan diatur oleh hukum perjanjian non elektronik yang berlaku.

Hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 1338 KUHPerd. Asas ini memberi kebebasan kepada para pihak yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan demikian para pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur sendiri hubungan hukum diantara mereka.

Sebagaimana dalam perdagangan konvensional, e-commerce menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat.

Didalam hukum perikatan Indonesia dikenal apa yang disebut ketentuan hukum pelengkap. Ketentuan tersebut tersedia untuk dipergunakan oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata perjanjian yang dibuat mengenai sesuatu hal ternyata kurang lengkap atau belum mengatur sesutu hal. Ketentuan hukum pelengkap itu terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan khusus untuk jenis perjanjian tertentu.

Jual-beli merupakan salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam KUHPerd, sedangkan e-commerce pada dasarnya merupakan model transaksi jual-beli modern yang mengimplikasikan inovasi teknologi seperti internet sebagai media transaksi. Dengan demikian selama tidak diperjanjikan lain, maka ketentuan umum tentang perikatan dan perjanjian jual-beli yang diatur dalam Buku III KUHPerd berlaku sebagai dasar hukum aktifitas e-commerce di Indonesia. Jika dalam pelaksanaan transaksi e-commerce tersebut timbul sengketa, maka para pihak dapat mencari penyelesaiannya dalam ketentuan tersebut.

Akan tetapi permasalahannya tidaklah sesederhana itu. E-commerce merupakan model perjanjian jual-beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli konvensional, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Adaptasi secara langsung ketentuan jual-beli konvensional akan kurang tepat dan tidak sesuai dengan konteks e-commerce. Oleh karena itu perlu analisis apakah ketentuan hukum yang ada dalam KUHPerd dan KUHD sudah cukup relevan dan akomodatif dengan hakekat e-commerce atau perlu regulasi khusus yang mengatur tentang e-commerce.

Beberapa permasalahan hukum yang muncul dalam bidang hukum dalam aktivitas e-commerce, antara lain:
Otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet
Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum
Obyek transaksi yang diperjualbelikan
Mekanisme peralihan hak
Hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti perbankan, internet service provider (ISP), dan lain-lain;
Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tanan digital sebagai alat bukti .
Mekanisme penyelesaian sengketa
Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.

Sebagai fenomena yang relatif baru, bertransaksi bisnis melalui internet memang menawarkan kemudahan . Namun memanfaatkan internet sebagai fondasi aktivitas bisnis memerlukan tindakan terencana agar berbagai implikasi yang menyertainya dapat dikenali dan diatasi.

Di Indonesia, perlindungan hak-hak konsumen dalam e-commerce masih rentan. Undang-undang Perlindungan Konsumen yang berlaku sejak tahun 2000 memang telah mengatur hak dan kewajiban bagi produsen dan konsumen, namun kurang tepat untuk diterapkan dalam e-commerce. Karakteristik yang berbeda dalam sistem perdagangan melalui internet tidak cukup tercover dalam UUPK tersebut. Untuk itu perlu dibuat peraturan hukum mengenai cyberlaw termasuk didalamnya tentang e-commerce agar hak-hak konsumen sebagai pengguna internet khususnya dalam melakukan transaksi e-commerce dapat terjamin.


Referensi :
http://budi.insan.co.id/presentations/e-commerce-indonesia2.ppt.
http://www.hukumonline.com/
http://www.transaction.net/
http://www.solusihukum.com/
http://www.detiknet.com/
http://ardi.tif.uad.ac.id/ec/ec-pertemuan5.pdf.
http://www.dudungnet.com/
http://www.builder.com/Business/Ecommerce20/

Tidak ada komentar: